Wednesday, September 5, 2007

Peri Biru yang Baik Hati

Pagi hari di negeri Peri Bunga, bunga-bunga bermekaran beraneka warna. Matahari menebarkan cahaya keemasannya yang hangat ke seluruh pelosok negeri. Embun pagi berkerlap kerlip tertimpa mentari pagi yang cerah. Para peri bunga pun mulai terjaga dari peraduannya untuk segera memulai aktivitasnya. Seperti biasa, Peri Biru telah terjaga sebelum matahari terbit. Dia merupakan satu-satunya peri yang tidak memiliki sayap di Negeri Peri Bunga. Peri Biru tinggal seorang diri di kelopak bunga lili merah yang tumbuh mekar tak jauh dari danau perak di mana para peri sering bermain dan berenang di sana. Pagi ini, Peri Biru ingin sekali bermain bersama teman-temannya, Peri Lotus, Peri Lili, dan Peri Mawar. Dengan sigap dia melompat turun dan mulai mencari mereka. Tak lama kemudian, Peri Biru melihat Peri Lotus sedang menuju taman bunga untuk mengumpulkan serbuk sari. Di Negeri Peri Bunga ini, sebagian besar peri bertugas mengumpulkan serbuk sari sebagai makanan mereka, sebagian lain bertugas sebagai peri penjaga dan dan peri ketua sebagai dewan yang bertugas mengatur dan mengawasi kehidupan para peri bunga.
“Selamat pagi, Peri Lotus? Kau kelihatan cantik sekali di bawah sinar matahari yang berwarna keemasan. Bolehkah aku ikut bermain dan bekerja dengan kalian hari ini?” Peri Biru menyapa mereka dengan ramah dan berharap mereka mau mengajaknya bermain.
“Peri Biru, kau jangan mencoba merayuku dengan pujianmu. Kau tahu kan kamu tidak pantas bermain dengan kami. Kau ini peri aneh yang tidak bersayap jadi mana mungkin kau bermain bersama kami dengan sayap-sayap indah ini.” Peri Lotus menjawab dengan ketus tanpa mempedulikan wajah sedih Peri Biru sambil berlalu untuk bergabung dengan teman-temannya yang telah menunggu di taman bunga. Seperti biasanya, pada pagi hari sebelum musim dingin datang para peri bunga akan mengumpulkan serbuk sari sebagai persedian makan seluruh negeri peri pada musim dingin.
Peri Biru merasa sedih dan hanya duduk di bawah jamur raksasa di tepian taman sambil memperhatikan peri-peri lain asyik berterbangan dan bersenda gurau di atas bunga-bunga yang bermekaran indah. Dalam hatinya, dia ingin sekali bisa bermain dan tertawa bersama mereka.
“Ah…seandainya saja aku memiliki sayap seperti mereka pasti aku dapat bermain bersama peri yang lain. Aku pun dapat membantu mereka mengumpulkan sari bunga.” Peri Biru berucap lirih sambil meneteskan airmata. Dia merasa sendiri dan kesepian.
“Peri Biru, apa yang kaulakukan sendirian di bawah sini? Oh…kau menanggis? Ada persoalan apa yang menganggumu anakku?” Tanpa disadarinya, Ibu Peri telah berada tepat di depannya dan mengusap air mata yang membasahi pipinya. Selama ini hanya Ibu Peri seorang yang selalu menghiburnya di kala sedih dan kesepian. Dia adalah peri bijak yang sangat dihormati di Negeri Peri. Jika ada masalah, para peri akan datang ke rumahnya dan meminta nasehat kebijakan.
“Ibu Peri, mengapa aku tidak memiliki sayap seperti peri lainnya? Apakah aku ini bukan seorang peri sehingga aku tidak memiliki kemampuan untuk terbang?Aku sangat sedih karena tidak bisa bermain dengan yang lain dan mereka sering mengejekku. Aku pun ingin membantu mereka bekerja.”
“Peri Biru, setiap peri memiliki keistimewaan. Kamu pun demikian. Mungkin saat ini teman-temanmu belum sadar bahwa kamu memiliki sebuah keistimewaan yang lain dari mereka. Meskipun berbeda, namun kamu sama seperti peri-peri yang lain. Percayalah, suatu saat mereka akan sadar dan kamu harus terus berbuat baik kepada mereka meskipun mereka mengejekmu.” Ibu Peri menasehati Peri Biru dengan suara lembut yang menyejukkan sehingga hilang kesedihannya.
“Terima Kasih Ibu Peri. Mulai saat ini aku tidak akan sedih dan meratapi nasib lagi. Aku akan berbuat yang terbaik sehingga mereka mau menerimaku.” Peri Biru segera bangkit dan memeluk Ibu Peri dengan hangat.
Keesokan harinya Peri Biru dengan riang telah bermain di antara kelopak-kelopak bunga yang sedang bermekaran indah sebelum peri-peri yang lain datang. Dia melompat dari bunga satu ke bunga lainnya sambil mengumpulkan sari bunga yang dia taruh dalam kantung kecil yang diikatkan di pinggangnya. Dalam sekejab kantung sari bunganya telah penuh terisi dan waktu yang dia butuhkan lebih pendek daripada peri yang lain.
“Lihat, apa yang dia lakukan? Dia pikir dia seperti kita dan bisa bermain bersama kita. Lihat dia hanya bisa melompat-lompat seperti katak. Sungguh tidak mengasyikkan.” Cela Peri Mawar dengan keras saat dia melihat Peri Biru berlompatan di atas bunga-bunga itu.
“Benar, Peri Biru kau pikir apa yang sedang kau lakukan dengan bunga-bunga itu, bisa-bisa nanti kau malah merusaknya. Sudahlah lebih baik kau bermain di pinggiran taman dan biarkan kami saja yang mengumpulkan serbuk-serbuk sari ini.” Peri Lotus membentak dengan kesal ditimpali yang lain.
“Teman-teman, biarlah aku ikut membantu kalian mengumpulkan serbuk-serbuk ini. Lihat aku bisa mengumpulkan lebih banyak dari kalian tanpa merusak bunga-bunga. Dengan begitu persedian serbuk sari untuk makanan kita untuk musim dingin nanti akan lebih dari cukup.” Pinta Peri Biru penuh harap.
“Terserah kalau itu kemauanmu tapi jangan coba-coba dekati kami karena nanti lompatan konyolmu itu bisa menabrak kami.” Sungut Peri Mawar tak mau kalah.
“Iya, bermain saja sendiri dengan lompatan anehmu itu. Mungkin kata-katak hijau di danau perak mau jadi temanmu. Ayo, teman-teman kita mulai pekerjaan kita.” Ajak Peri Lili sembari terbang menjauhi Peri Biru diikuti peri lainnya.
Peri Biru memandangi teman-temannya pergi dengan sedih namun dia kembali sibuk dengan pekerjaannya. Dia bertekad tidak akan menyerah dengan usahanya dan berdoa supaya teman-temannya mau menerimanya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Peri Biru tetap melakukan pekerjaannya dengan tekun dan rajin. Serbuk bunga yang dia kumpulkan merupakan yang paling banyak sehingga para peri ketua mulai menyukainya. Dia pun kini banyak mendapatkan teman kala bekerja dan bermain. Kupu-kupu yang cantik setiap hari terbang mengikuti setiap gerak lincah kakinya dengan riang. Burung-burung pipit selalu menyanyikan lagu gembira untuk mengiringinya bekerja dan setiap kali dia beristirahat di tepian, katak-katak danau berakrobat untuk menghiburnya. Sejak itu, Peri Biru tidak pernah terlihat sedih lagi. Dia selalu rajin bekerja dan tidak pernah sedikit pun membalas ejekan dan celaan peri-peri pengumpul lainnya.
Pada suatu hari, pada saat para peri sedang sibuk mengumpulkan serbuk sari, tiba-tiba saja awan tebal berarak dan angin berhembus dengan sangat kencangnya. Tak lama kemudian hujan lebat turun diiringi gemuruh guntur yang mengelegar. Pohon-pohon dan bunga-bunga terombing-ambing terkena terjangan angin bercampur hujan sehingga banyak yang tumbang dan tercerabut dari akarnya. Semua peri langsung terbang berhamburan mencari perlindungan tempat yang aman. Mereka semua ketakutan dengan kedasyatan badai hujan yang tiba-tiba saja menyerang.
Sementara itu, Peri Lotus yang kala itu sedang asyik bermain dengan Peri Mawar dan Peri Lili terjebak di tengah-tengah hujan badai sebelum mereka sempat menyelamatkan diri. Hujan telah membuat sayap-sayap mereka basah kuyup sehingga menjadi lebih berat. Terjangan angin menambah kesulitan mereka terbang menuju tempat yang aman. Mereka terus berusaha terbang dengan berpegangan tangan agar lebih kuat menghadapi hujan badai tersebut.
“Peri Mawar, aku sudah tak kuat. Badai hujan ini terlalu kencang. Badanku terasa berat sehingga susah bergerak.” Peri Lotus berteriak penuh ketakutan.
“Kamu harus kuat. Jika kita terbang bersama-sama kita pasti dapat mencapai tempat yang aman. Ayoh, kita harus cepat ke sana sebelum badai hujan ini bertambah ganas.”
“Iya, Peri Mawar benar, ayoh kita sama-sama berusaha sekuat tenaga. Kita tidak boleh menyerah.” Teriak Peri Lili menyemangati kedua temannya yang kelihatan sudah kepayahan.
Srekkk…srekkkk…..krekkk…krekkk…tanpa mereka sadari pohon oak raksasa yang berada dekat mereka tiba-tiba berderak dan roboh menuju arah mereka. Karena panik mereka terbang tanpa beraturan. Bum…pohon besar itu pun jatuh seketika.
“Aduh…tolong! Sayapku tertimpa dahan pohon. Tolong…aku tak bisa melepaskannya.” Rintih Peri Lotus menyayat hati. Pandangannya mulai kabur terkena air hujan dan sayap kanannya tertimpa dahan pohon yang tumbang. Dia terjebak dan tidak bisa bergerak. Dia terus berteriak meminta tolong. Peri Mawar dan Peri Lili yang mendengar teriakan Peri Lotus mencoba memberi pertolongan. Namun dahan pohon itu terlampau besar sehingga mereka berdua tidak kuat mengangkatnya. Mereka panik dan menanggis.
“Teman-teman, biarkan aku membantu. Mungkin dengan tambahan tenaga satu orang lagi, kita bisa menolong Peri Lotus.” Terdengar suara Peri Biru yang telah berada di samping mereka.
“Baiklah. Mari kita coba lagi. Dalam hitungan ketiga, kita sama-sama mengangkat dahan ini. Satu…dua…tiga..” ujar Peri Mawar memberi aba-aba.
“Ayo, lebih kuat lagi…terus dorong. Peri Lotus, saat dahan ini terangkat, kamu harus segera mengeluarkan sayapmu.” Teriak Peri Biru memberi semangat.
Kwok…kwok…kwok…..
“Teman-teman, kalian datang untuk menolong kami ya. Terima kasih. Ayo, cepat bantu kami.” Peri Biru senang sekali saat melihat teman-temannya, para katak hijau dari danau perak, berdatangan membantu mereka.
“Ayo, teman-teman semua, kita coba lagi. Satu…dua…tiga…”
Akhirnya dengan bantuan Peri Biru dan para katak hijau, Peri Lotus dapat terlepas dari dahan pohon yang menimpanya. Selanjutnya Peri Biru menuntun mereka ke tempat persembunyiannya yang aman di sebuah gua di pinggir danau. Sebuah gua yang cukup luas tempat dia bermain di kala sendiri. Dengan telaten, Peri Biru memborehkan obat ke luka Peri Lotus dan membuatkan teh hangat untuk mereka. Tidak lupa, Peri Biru juga meminjamkan baju dan selimut agar teman-temannya tidak kedinginan.
“Peri Biru, terima kasih kau telah menolong kami. Meskipun kami telah memusuhi dan mengejekmu, tapi kau tetap mau membantu kami.” Peri Lotus berkata sambil memegang tangan Peri Biru dan menyatakan penyesalannya atas sikapnya selama ini.
“Iya, kami juga minta maaf atas perlakuan kami selama ini padamu Peri Biru. Ternyata kau memiliki hati yang sangat mulia.” Kata Peri Mawar dan Peri Lili bersamaan.
“Teman-teman, aku bahagia sekali hari ini karena akhirnya kita bisa berteman baik. Yang lalu biarlah berlalu. Kita mulai lagi dari awal. Seperti cuaca saat ini yang mendung dan berbadai hujan, esok hari pasti cuaca akan cerah kembali.” Peri Biru berkata sambil memeluk ketiga temannya dengan suka cita.
Dalam hati Peri Biru mengucapkan terima kasih kepada Ibu Peri akan nasehatnya dulu. Ya…mereka telah menyadari kesalahannya dan mau berteman dengannnya meskipun dia berbeda dengan mereka.
Semenjak hari itu, Peri Biru menjadi sahabat terbaik mereka. Kemana pun mereka pergi pasti selalu mengajak Peri Biru. Di balik kesederhanaannya, para peri lain kini melihat bahwa Peri Biru memiliki hati yang bersih dan jujur. Berkat kerja keras Peri Biru pula selama musim dingin yang panjang ini, persediaan makanan di Negeri Peri Bunga cukup untuk semua.