Tuesday, May 22, 2007

Suara Misterius di Pagi Hari

Ssssrrrkkk…sssrrrkkk…sssrrrkkk bunyi itu terdengar lagi, makin lama makin sering. Suara misterius yang akhir-akhir ini sering membangunkanku di pagi-pagi buta saat dingin dan rasa kantuk masih menyergap. Suara itu selalu terdengar dari tempat yang sama yaitu dari arah depan rumah. Ugh menganggu sekali. Padahal aku kan masih pengin tidur. Kulirik jam dinding masih menunjukkan pukul 04.00. Ehm selalu jam yang sama pula. Lagi-lagi aku tak bisa tidur gara-gara bunyi itu. Aku harus cari tahu sebenarnya suara apa yang telah menganggu kenyamanan tidur pagiku.
Aku mulai berjingkat menuju pintu depan kemudian membukanya pelan-pelan hingga tidak menimbulkan suara. Bisa-bisa apapun yang membuat kegaduhan itu akan kabur kalau melihat penghuni rumah keluar. Dari balik gerbang depan mulai kuintip arah suara itu. Sssrrrttt…sssrrrkkk…sssrrrkk. Seorang anak perempuan sebayaku sedang menggais-ngais tempat sampah dengan tongkat besinya. Dia tampak serius memungguti kantong-kantong plastik dan kardus-kardus bekas yang berserakan serta memilah-milahnya dari sampah lainnya. Oh, jadi ini dia biang kegaduhan yang mengganggu itu. Ugh, sebel banget …emang tak bisa apa pekerjaan itu dilakukan siangan dikit saat aku dah bangun. Pasti dia anak kampung di sekitar komplek perumahan ini yang suka mengemis di siang hari. Jangan-jangan kalau penghuni rumah lengah dia juga mencuri di pagi hari begini saat semua masih terlelap. Harus kuberi pelajaran nih anak.
“Hai, siapa suruh kamu ngacak-acak sampah orang dan bikin gaduh pagi buta gini hingga menganggu kenyamanan tidur aku. Emang gak bisa dilakukan siangan apa? Atau kamu hendak mencuri ya jika ada kesempatan” bentakku kasar.
Anak itu kelihatan kaget setengah mati mendengar makianku dan melihatku berdiri berkacak pinggang. Huh, rasain! Emang enak dikagetin!
“E…e…eh, maaf aku tak bermaksud menimbulkan kegaduhan. Maaf jika suara-suara ini telah membangunkanmu. Aku hanyalah seorang pemulung bukan pencuri” Anak itu menjawab sambil tertunduk tanpa berani menatapku. Sesaat sepertinya aku melihatnya menitikkan air mata. Sejurus kemudian dia bergegas merapikan sampah-sampah yang berceceran dan selanjutnya pergi menghilang di balik tikungan gang depan rumah. Hem, leganya akhirnya tak bakal terganggu lagi suara-suara aneh di pagi hari yang menyebalkan. Sudah pasti anak itu gak bakal berani lagi datang. Tapi entah kenapa tiba-tiba aku merasa menjadi orang jahat sekali karena menuduhnya sebagai pencuri. Ah…mungkin saja itu hanya airmata sandiwara. Aku harus menepis jauh perasaan bersalah ini. Mama pernah bercerita bahwa banyak terjadi kasus pencurian di komplek ini sehingga selalu menasehati aku dan Mbak Lila untuk selalu berhati-hati saat berada di rumah.
***
“Ma, panas banget siang ini. Haus banget, Ais mau dibikinin jus biar segar.” Teriakku lantang saat memasuki rumah pulang sekolah sambil menghempaskan badan di sofa. Jam segini biasanya Mama dah selesai memasak dan sedang mengerjakan tulisannya karena Mama suka sekali menulis dongeng anak-anak dan mengirimnya ke majalah.
“Ais, kamu lupa ya kewajiban kamu saat masuk rumah. Berapa kali Mama bilang sebelum masuk rumah kamu harus mengucapkan salam terlebih dahulu dan tidak boleh berteriak-teriak gitu.” Dengan kata lembut namun penuh wibawa kembali Mama menasihatiku. Ah…itulah sebabnya aku begitu sayang dengan Mama yang meskipun dalam keadaan marah sekali pun tetapi tidak pernah membentak atau memukul. Jika tingkahku sudah keterlaluan, Mama akan menghukumku tinggal di kamar selama sejam untuk merenungi perbuatanku dan setelah diijinkan keluar kamar Mama akan menanyakan apa yang ada dipikiranku setelah perenungan.
“Maaf Ma, Ais lupa karena tadi panas begitu menyengat di luar saat Ais bersepeda pulang dari sekolah. Ais juga sangat haus banget sampai rasanya mau pingsan. Coba deh Mama raba dahi Ais, pasti panas banget Ma.” Rajukan seperti ini selalu saja manjur buat meluluhkan hati Mama…hi…hi…hi…
“Ya udah kali ini Mama maafkan. Sekarang Ais ganti baju dulu saat Mama bikinkan jus kesukaan kamu. Oh ya Sayang, ada bingkisan di atas tempat tidurmu tuh. Mama yakin kamu pasti akan menyukainya”
Segera aku bergegas ke kamar berganti baju dan penasaran dengan bingkisan itu. Benar kata Mama, sebuah bungkusan mungil berbalut kertas kado berwarna pink tergeletak di atas kasur. Tak sabar kubuka dan…wow, boneka Teddy ku … tapi bagaimana mungkin? Seingatku boneka itu telah sobek di sana sini dan dekil karena dia telah setia menemaniku sejak usiaku 5 tahun. Dengan berat hati aku harus membuangnya karena kondisinya yang sudah jelek, bahkan semalaman aku menanggisinya. Tapi boneka ini meskipun sama persis tapi kelihatan bersih dan utuh, tidak ada sobekan sama sekali.
“Ma, terima kasih. Ais kira tak akan pernah bersua lagi dengan Teddy.” Segera kupeluk Mama karena perhatiannya yang begitu besar. Kemudian Mama mencium keningku dan membimbingku ke ruang tengah sambil membawa jus jambu biji kemerahan kesukaanku.
“sssrrppp, wow enak Ma. Maksih ya.”
“Ais, bukan Mama yang memberikan kado itu buat kamu sayang. Tadi pagi setelah kamu berangkat sekolah ada tamu istimewa yang mengunjungi Mama sambil membawa kado itu. Dia bilang itu sebagai permintaan maafnya pada kamu.”
“Ha…siapa Ma?” Tanyaku penasaran.
“Namanya Dini seumuran ma kamu sembilan tahun. Katanya tiap pagi kamu selalu terbangun karena kegaduhan yang dia timbulkan sehingga dia merasa bersalah. Saat dia menemukan boneka Teddymu di tempat sampah, dia mulai memperbaikinya dan mengganti kain yang telah sobek dengan kain baru dan dia sulam sendiri. Hasilnya mungkin tidak sebagus saat Ais membelinya pertama kali tapi dia berharap kamu tetap menyukainya. Itu sebagai tanda persahatannya dengan kamu sayang.”
Tiba-tiba aku teringat peristiwa pagi dua minggu lalu. Waktu itu dengan semena-mena telah menuduhnya sebagai pencuri. Tapi mengapa justeru dia tidak membenciku bahkan malah memberiku kado yang sangat aku suka. Aku ternyata orang yang jahat sekali. Tiba-tiba mataku terasa panas dan buliran-buliran airmata mulai mengalir deras.
“Ma, Ais jahat. Mengapa Dini malah baik padaku padahal Ais telah menuduhnya sebagai pencuri. Ais sangat malu dan merasa bersalah Ma.” Isakku penuh pinta kepada Mama yang sekaligus sahabat dekatku.
Dengan penuh pengertian Mama mengusap airmata di pipiku sembari mengusap-usap kepalaku penuh kasih.
“Sayang, syukurlah kamu telah menyadari kesalahanmu. Jangan pernah menilai orang dari luarnya. Orang miskin belum tentu lebih hina dari kita. Banyak orang miskin justeru memiliki harta melebihi orang-orang kaya yakni harta kejujuran dan kebaikan. Merekalah yang seharusnya kita tolong. Kamu tidak jahat sayang karena kamu mau mengakui kesalahanmu. Mama yakin kamu tidak akan melakukan kesalahan yang sama.”
“Tapi apakah Dini mau memaafkan Ais Ma.”
“Jika kamu sunguh-sungguh, Dini pasti memaafkanmu sayang.”
“Sungguh Ma?”
Sejurus kemudian Mama masuk ke dapur dan saat aku tengah kebingungan dengan sikap Mama, seorang anak perempuan muncul dari balik pintu dapur. Dia tersenyum manis sekali sambil menghampiriku…dia Dini…Dini yang telah memaafkanku dan sejak itu kami bersahabat karib. Persahabatan yang dimulai dari suara misterius di pagi hari.
***

No comments: