Sunday, January 27, 2008

Otomatis Romantis

Sabtu kemarin, giliran nemenin aku nemenin suami nonton film. Kebetulan doi lagi pengin banget nonton film Otomatis Romantis, yang menurut cerita temen-temennya yang sudah nonton 'top banget' alias bikin perut mulas karena ketawa. Meski, agak-agak ragu (penginnya noton film Barat...tapi bukannya gak cinta produk dalam negeri, tapi karena paling ogah nonton film dalam negeri yang berbau cinta dan horor... karena yach begitulah, standar banget ceritanya, bahkan kesannya kebarat-baratan....), akhirnya ikutan aja.

Film komedi romantis ini bertabur nama-nama terkenal seperti Tora Sudiro, Marsha Timothy, Tukul Arwana, Wulan Guritno, Dwi Sasono, Tarzan, dan Chintami Atmanegara. Naskahnya ditulis Monty Tiwa. Filmnya sendiri bercerita tentang hubungan kisah cinta antara seorang staff administrasi, Bambang (Tora)-wong Yogya yang selalu 'ndeso' dan 'lugu' dengan pemimpin redaksi tempat Bambang bekerja, Nadia (Marsha)-gadis modern independen tapi masih terkekang dengan adat jawa yang dipaksakan oleh orang tuanya.

Bambang yang lugu dan kocak terperangkap dengan kakaknya, Tresno, yang selalu menuntut agar adiknya ini tidak melupakan kewajibannya kepada keluarga alias membalas budi Tresno yang telah menyekolahkan dan menghidupinya meskipun seringkali harus mengorbankan kewajiban terhadap dirinya sendiri. Sementara Nadia selalu dituntut untuk segera menikah karena usianya udah mau kepala tiga sebagai salah satu bentuk kewajiban anak terhadap orang tuanya.

Meskipun terlihat lugu dan 'katrok', Bambang punya cita-cita kembali menjadi reporter di tempat dia bekerja sekarang. Mulailah terjalin kontak antara Bambang dan Nadia. Tentu saja di awal terjadi sejumlah kejadian lucu yang menggelitik karena benturan perbedaan sosial tersebut. Simak saja ucapan Bambang ketika mencoba memberikan opini bahwa kebanyakan artikel pada majalah wanita yang digawangi Bu Nadia itu tidak aktual alias tidak bisa dipratekkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selanjutnya Bambang memberikan contoh artikel tulisan berjudul "Pemberdayaan Wanita dalam Pilkada"...ndak nyambung tho....Bukannya diberi kesempatan menjadi reporter majalah tersebut, Bambang malah ketiban rejeki dijadikan model dadakan. Dialog antara Bambang dan Nadia boleh jadi menjadi salah satu sentilan sosial yang cukup menarik tentang bagaimana latahnya majalah-majalah indonesia khususnya majalah wanita soal artikel dan tips yang cuma hasil translate atau nukilan dari majalah barat. Tentu saja gak pas diterapkan bagi masyarakat Indonesia yang katanya harus menganut adat ketimuran.

Sentilan sosial lain yang terekam adalah soal pernikahan yang identik dengan kebahagian. Wanita harus cepat-cepat menikah biar gak jadi 'perawan tua' dan 'pamali' kalau sampai dilangkahi adik. Budaya jawa yang sangat kental dihadirkan lewat tokoh ayah dan ibu Nadia yang menghendaki puterinya cepat menikah. Ternyata kehidupan rumah tangga putri sulung mereka jauh dari bahagia dan terancam bercerai. Belum lagi adik Nadia yang telah punya pacar tapi cara berpacarannya bikin jengah kakaknya.

Namun, semua dialog dan kritikan tadi dikemas dalam balutan humor yang terkadang agak sarkastik alias kasar. Dan memang benar seisi bioskop bisa 'ngakak' bareng waktu melihat kekocakan Tora, Tukul, dan Tarzan...kebiasaan orang kita kali yach untuk mentertawai hal-hal semacam itu...

Ehm...satu adegan yang bagi aku 'ill feel' banget saat Nadia mencium Bambang karena ngikutin tips praktis majalah wanita untuk mendapatkan cowok idaman. Wuih...maunya mungkin niruin cara ciuman orang bule di film-film tapi terkesan kaku dan so weird banget. Mungkin itu akibatnya kalau ngikutin tips tapi gak perhatiin kondisi sosio yach

Meskipun tema dan cerita cukup menarik, sayang banget kualitas gambarnya kurang oke alias 'ancur' padahal film baru. Kualitas gambar kalah jauh dengan film-film luar. Btw, menurut aku soal kualitas cerita dan gambar masih jauh dibanding dengan Nagabonar Jadi 2. But it's lots better compared to any love and horrorr movies that dominated our national films.

Agak berbangga sekarang film nasional telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dari 7 theatre yang ada, 3 diantaranya memutar film nasional, yach meskipun kebanyakan film cinta dan horor. Semoga ke depan film nasional bisa meningkatkan mutu dan kualitas cerita dengan tema yang variatif. Malu oi selalu disebut sebagai REPUBLIK HANTU....

No comments: