Sunday, August 3, 2008

Seberkas Harapan yang Sirna

Kriiiiiinggggggg...nada telp pada Sabtu pagi. Mulanya dikira hanyalah telepon biasa dari saudara atau tetangga yang menanyakan soal arisan. Namun, sewaktu suamiku bilang dari 'Rita', seketika ingatan melayang pada kejadian di KRL Ekonomi Depok-Kota seminggu lalu. Aku sudah berharap besar bahwa dia akan memberitakan usaha barunya yang dibuka. Tapi harapan berubah menjadi kesedihan.

RT: "Teteh, ini Rita."

YH : "Oh, iya Mbak Rita, gimana usahanya? dah jualan sayur sekarang?"

RT: " Teh Yuni, bisa nggak ketemu Rita di Stasiun Bogor? Ada yang pengin Rita omongin."

(dalam hati mulai ada perasaan gak enak, kok ya bisa-bisanya maksaiin langsung ketemuan di stasiun di hari Sabrtu gini)

YH: "Yach, gak bisa Mbak. Ada kondangan hari ini. Emang ada apaan?"

RT: "Gini Teh, Rita pengin bicara langsung biar ngobrolnya enak. Kalau bicara di telpon takut ntar habis banyak. Atau Rita ke rumah teteh aja yach?"

(aduh, makin gak enak ini hati...masih maksa lagi)

YH: "telpon lokal gak habis banyak Mbak."

RT: "Rumah teteh di Bekasi mana, biar Rita ke sana aja."

YH: "Bekasi Utara. Maaf Mbak hari ini sibuk banget, banyak acara. Mending lewat telepon aja." (mulai dengan nada yang agak kesal, tapi dikit )

RT: "Gini teh, kemarin kan teteh kasih uang buat modal jualan sayur yach. Itu dia teh, uang itu hilang ma dompet yang teteh kasih. Ketinggalan di kereta...untung aja alamat yang teteh kasih waktu itu Rita simpan di B*** jadi gak ikutan hilang teh.

YH: "Yach, gimana sih Mbak.

(dalam hati kok yach bisa ya uang ditinggalin di KRL padahal waktu itu doi mengeluh tidak punya uang sama sekali. Lha, akunya yang bodoh atau sebaliknya yach, kok naruh uang sembarangan malah yang kertas alamat ditaruh di tempat aman??? mulai deh timbul curiga dan syak wasangka)

RT: "Iyah, teh. Makanya Rita tlp. bisa gak teteh bantu lagi."

(Waduh, kok bisa-bisanya baru telepon sekarang padahal kejadian dah seminggu lalu. Untungnya gak ketemu langsung, lebih 'easy' untuk cari 'excuse' kalau di telp.)

YH: "Maaf, Mbak. Yuni dah ndak ada uang lagi buat bantu. Belum gajian lagi."

Seusai percakapan, ada rasa sedih...bukan rasa sesal...seharusnya uang sejumlah itu bisa buat 'kulakan' sayuran. Pertama ketemu di KRL Ekonomi Kota-Bogor, seorang wanita muda dengan seorang anak kecil berusia sekitar lima tahun, duduk di sampingku. Tiba-tiba dia minta tolong agar dipinjamin uang lima ribu rupiah untuk naik angkot pulang ke rumahnya dari stasiun Bogor. Dia mengaku kehabisan ongkos setelah menemui kakak tirinya yang ada di Kota untuk minta pinjam uang...ternyata kakak tersebut sedang pulang ke kampung.

Akhirnya mulai percakapan kami. Dia bercerita bahwa sehari-hari mengemis dari pasar ke pasar dan sehari bisa dapat uang 20-30 ribu rupiah. Anaknya dua, suaminya telah menceraikannnya dan beristri lagi. Anak pertama ikut mertuanya sedangkan yang termuda ikut mengemis dengannya. Dari ceritanya, dia kelihatan jujur dan tidak mungkin berbohong. Sewaktu aku tanya apabila dia punya modal, apa yang akan dilakukan. Dia menjawab akan buka usaha warung kecil-kecilan di rumah...jualan sayur mayur...modal yang diperlukan sekitar sekian ratus ribu...katanya capek mengemis dan ingin berubah.

Akhirnya, kami berhenti di stasiun Depk Baru. Kubelikan keduanya makan di RM Padang sebab dia bilang belum makan dari pagi dan di rumah tidak ada beras ataupun sesuatu yang dapat dimakan. Kutinggalkan mereka di sana agar aku dapat mengambil sejumlah uang ke ATM. Dengan harapan dapat sedikit membantu mengubah nasib ibu muda tadi, aku berikan modal dan memintanya berjanji agar bisa dipergunakan sebaik-baiknya. Tak lupa aku tinggalkan alamat dan nomor telp agar dia bisa menghubungiku...dia pun meninggalkan alamantnya. Kami pun berpisah menuju jalan masing-masing.

Ada kebahagian saat melihat semburat harapan terlihat di wajahnya. Bayangan bahwa mungkin aku bisa membantu orang yang sedang membutuhkan mengubah nasib. Ada banyak harapan bahwa dia akan berhenti mengemis dan membuka warung mungilnya. Ada harapan bahwa suatu saat kelak aku akan mengunjunginya.

Entahlah...suamiku pernah bilang bahwa kelemahan terbesarku (di samping gampang marah dan kesal) adalah terlalu mudah iba pada orang lain. Suatu hal yang menjadi kekuatirannya apabila aku pergi sendirian. Namun, entah mengapa aku tidak merasa bahwa mudah iba dan jatuh kasian adalah sesuatu hal yang buruk. Sebab ada banyak hal indah yang kita dapatkan seusai melakukan kebaikan.

Aku berharap meskipun harapan itu cuma kecil, bahwa dia tidak bermaksud membohongiku (cerita soal uang hilang itu masih meragukanku). Suatu saat nanti apabila bertemu dia lagi, aku berharap sebersit harapan yang dulu terlihat di wajahnya telah berkembang dan bersemi.

No comments: